Kamis, 09 Juli 2009

Jumat, 29 Mei 2009

hmmm perjalanan hidup

Kuhela nafas dalam-dalam. Sungguh tak tahu apa yang harus kulakukan. Tak percaya dengan apa yang dikatakannya? Tak ada alasan untuk percaya atau tidak. Tetapi kurasa aku tak perlu berburuk sangka dengan tidak mempercayainya. Dia yang kukenal selama ini lebih menguatkan prasangka baikku itu.

----------

Rencana. Hidupku penuh rencana. Meskipun belum semuanya bisa aku rencanakan. Tapi pasti bukan hanya aku yang punya rencana. Aku yakin semua orang juga punya rencana.

Bagiku, memiliki rencana berarti harus sekaligus mempersiapkan alternatif-alternatif. Mungkin sama dengan yang dimaksud para pelaku bisnis Ada plan A, plan B, plan C dan seterusnya. Tetapi menurutku itu saja tak cukup. Harus ada plan Z. Artinya, harus ada kesiapan ketika semua yang ada di kepala tidak bisa berlaku lagi. Seperti pesimisme. Mungkin. Tetapi bukannya segala bisa terjadi atas kehendak-Nya. Maha besar Dzat yang segala berada di tangan-Nya.

Ku pasang target-target. Dengan begitu otomatis aku menyusun rencana agar target tersebut bisa tercapai. Berusaha, yah, hanya dengan berusaha. Berusaha maksimal. Tak boleh ada kata putus asa. Aahh, begitu besar semangatku.

Kalau dengan usaha maksimal kita tidak bisa mencapai target? Ya itulah plan Z. Menyerah? Bukan! Masih ada harapan. Ditangan-Nya lah semua yang tak mungkin terjadi bisa terjadi. Bahagianya, masih mempunyai tempat berharap. Kalau yang terjadi tidak seperti yang kita inginkan? Ya itulah takdir. Terlalu sombong kita bila ingin memaksakan keinginan kita melampaui kehendak-Nya.

Kita hanya bisa memohon agar apa yang diberikan-Nya kepada kita menjadi hal terbaik demi keselamatan kita di tempat yang abadi. Bukankah kita sering tidak melihat apa hikmah di balik peristiwa yang tidak kita kehendaki? Bukankah kita tidak bisa melihat, kecuali hanya sedikit? Begitu rapi teori itu tersusun di kepalaku. Kalau ada teman bertanyapun mudah sekali menjelaskan alurnya. Tapi bisakah menghadapinya?

Demikianlah, termasuk berumah tanggapun aku targetkan. Dengan berbagai pertimbangan, aku ingin menikah pada usia 25, setelah menyelesaikan studiku dan tentu saja bekerja. Kukira keinginan semacam ini hanyalah cita-cita sederhana. Mungkin hampir semua orang juga memilikinya. Bukan hal yang luar biasa.

Ketika usiaku menginjak 23 dan aku belum juga mempunyai calon. Meski beberapa kali ada yang mengutarakan keinginannya menikah denganku, entahlah, tidak ada diantara mereka itu yang sesuai dengan kriteriaku. Belum ada yang bisa membuatku jatuh cinta. Jatuh cinta? Apa pula artinya? Sangat mungkin berbeda dengan orang lain. Tetapi bagiku cukup sederhana untuk mengukur apakah aku jatuh cinta atau tidak: yaitu perasaan bisa menerima dia apa adanya tanpa ada tuntutan-tuntutan lagi. Dengan kata lain, semua kriteriaku sudah terpenuhi. Yah, aku belum pernah jatuh cinta.

Maka aku bersiap-siap mencari calon. Pro-aktif. Tentu dengan kriteria-kriteria yang telah kutetapkan. Tabu kata orang timur? Mengapa? Tapi bagaimanapun aku juga menyadari hidup dalam masyarakat timur, yang mau tak mau masuk ke dalam norma-normanya. Di sisi lain, bagiku semua orang diwajibkan berusaha. Jadi bisakah istilah tabu tersebut direkayasa?

Yang pasti, bukan pertanyaan itu yang menggelayuti pikiranku. Tapi apa yang bisa kulakukan untuk mencapai targetku. Silaturahim? Memperbanyak wawasan? Perprasangka baik? Memperbaiki akhlak? Semua ingin kulakukan demi mencapai target dengan kriteriaku tersebut.

Sampai suatu sore yang begitu cerah dan lengang. Tenang mungkin istilah yang tepat. Awan-awan putih menyibak ketepi mengiringi matahari yang pelan-pelan bergerak semakin condong ke peraduannya. Tenang. Hatikupun terasa bening. Luas. Terasa luas dengan menyibaknya awan-awan putih ke tepi langit. Yang pasti begitulah sore itu.

Tapi sepertinya bukan hanya suasana sore itu yang membuat hatiku bening. Aku sedang menyadari bahwa aku sedang jatuh cinta. Indah rasanya menemukan seseorang yang kita inginkan. Kurasa betapa ini semua adalah nikmat yang agung. Dua puluh empat tahun, dan aku belum pernah mempunyai perasaan semacam ini. Ah, sungguh indah.

Dalam lubuk hatiku menggelitik kemungkinan-kemungkinan dan harapan- harapan. Bisakah aku mencapai target yang satu ini. Yang jadi masalah adalah bahwa dia tidak tahu perasaanku ini. What to do? Menunggu? Waktu segera memisahkan. Begitulah, karena sore itu adalah akhir sebuah program yang mengikutsertakan kami.

Berharap? Ternyata aku tidak berani berharap banyak. Aku cukup mensyukuri mempunyai perasaan yang indah ini. Jujur, aku merasa tidak harus memilikinya.
Do something! Yah, tapi aku harus melakukan sesuatu. Terlalu indah untuk dilewatkan. Terlalu indah untuk mempunyai perasaan ini. Bahkan aku tak yakin akan memiliki yang ke dua kalinya. Maka di sore yang bening itu. Kutulis sehelai puisi. Hanya untuk menyampaikan perasaan ini.

Maafkan aku harus menyampaikan semua ini. Kau telah melelehkan hati yang selama ini membeku, kaku, membatu. Tapi aku hanya ingin kau tahu. Kau tak harus mempunyai perasaan yang sama.

Begitulah kira-kira isinya. Dengan hati bening pula kusampaikan padanya dalam sebuah amplop dan kuminta dibacanya ketika sampai di rumah. Bukan di tempat itu.

Begitulah, rasanya nyaman bisa menyampaikan perasaan indah ini. Tanpa harapan sama sekali? Bohong kalau kukatakan begitu. Ada, meskipun tidak banyak. Logikanya, mungkin juga dia mempunyai perasaan yang sama, tapi tidak berani menyampaikan. Who knows? Tapi juga harus diakui bahwa harapanku memang tidak menggebu-gebu.

Benar ternyata logikaku. Keesokan harinya dia mencariku dan mengatakan bahwa dia telah mempunyai perasaan yang sama jauh sebelum aku mengatakannya. Oh, bisa dibayangkan, sebuah keindahan yang hampir sempurna. Bagaikan gayung bersambut. Sayang kami tidak mempunyai waktu bersama lagi. Sayang? Tidak juga. Justru takut juga dengan kebersamaan. Takut fitnah. Takut zina mata, lidah dan lainnya.

Hari-hari aku lewati dengan rencana-rencana selanjutnya. Dan pertemuan beberapa kali kami gunakan untuk bicara tentang masa depan dan makna hidup. Sungguh-sungguh indah.

Sampai setelah kami tidak bertemu beberapa waktu, dia harus menyampaikan- nya padaku. “Sayang ya dik, tidak ada sesuatupun yang bisa mutlak kita miliki. Hanya Allahlah pemilik yang sempurna,” katanya seperti biasa, bijaksana, dan ini adalah salah satu yang aku kagumi padanya. “Ya, tidak ada milik yang sempurna,” jawabku menyetujui pendapatnya, “Eh, tapi apa sebenarnya maksudmu”.

“Maafkan aku. Tapi aku harus mengatakannya padamu. Terlalu indah memiliki semua perasaan ini. Tapi aku harus jujur padamu. Aku juga tidak menghendakinya, tapi itulah yang terjadi,” katanya panjang. Aku sudah tak sabar dengan apa yang ingin dikatakannya. “Maksudmu?” “Kau tahu kenapa aku tidak menyampaikan perasaanku terhadapmu sejak dulu? Karena….karena sebenarnya aku sudah dijodohkan,” katanya perlahan. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. “Menurutmu apakah orang tuaku salah?” tanyanya kemudian. Aku masih diam.

“Ibuku hanyalah seorang janda yang harus menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya. Dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Begitulah dik, aku tidak bisa menyalahkan ibuku juga, meskipun jujur aku tidak mencintai gadis itu”.

Kuhela nafas dalam-dalam. Sungguh tak tahu apa yang harus kulakukan. Tak percaya dengan apa yang dikatakannya? Tak ada alasan untuk percaya atau tidak. Tetapi kurasa aku tak perlu berburuk sangka dengan tidak mempercayainya. Dia yang kukenal selama ini lebih menguatkan prasangka baikku itu. Tapi sungguh aku tak bisa bicara sepatahpun. Percakapan itu terasa membakar semua harapanku, meskipun tidak mengurangi perasaanku padanya.

Akhirnya kukatakan pula dengan segenap kekuatan hatiku agar dia memilih yang terbaik menurutnya. Berat ternyata, tidak semudah teori yang kutata di kepala.

Begitulah, semua kami akhiri dengan sehelai surat cinta. Dengan setengah kesadaran, setengah patah semangat.

Plan Z. Aku masuk ke plan Z. Biarlah Allah yang memutuskan. Dia maha tahu yang terbaik untukku. Meskipun dia tak boleh jadi milikku, perasaan itu tetap masih menjadi milikku, kecuali dia berubah menjadi seseorang yang tidak lagi berada dalam kriteriaku.

Jumat, 22 Mei 2009

Letih

Aku letih.. Aku sungguh capek ..
Sungguh..
Dengan semua yang ada..
Yang tak bisa membuatku merasa puas dan cukup
Padahal sudah kucoba meraih
Kuusaha mendekap
Tapi angin..
Hampa..

Hari ini aku sangat capek..
Aku teramat letih..
Tak ada kedamaian yang aku rasakan
Sementara aku melangkah tak punya tujuan
Hingga aku tak tahu apa yang aku benar inginkan

Sudahlah yang lalu-lalu
Aku bahkan tak mengenal diri ini lagi
Aku bahkan tak punya waktu untuk aku lagi
Untuk aku sendiri
Tertawa atau menertawakan diri sendiri

Tuhan.. aku letih
Berikan satu jawaban apa yang telah aku lakukan selama ini
Jika aku salah.. sebanyak apa lagi hukuman yang harus aku tanggung
Aku canggung terombang ambing
Aku sangat canggung..

nginnya aku pergi
Sendiri.. dengan sunyiku
Dalam diamku
Tak usah dituntun
Tak usah di dekap
Jangan juga digenggam
Semua akan membuat aku rapuh
Biarkan aku dengan semua keberdayaanku

Tuhan.. Aku capek
Sementara aku tak mendapatkan apa-apa
Seolah apa yang aku pegang
Semua menjadi debu
kemudian hilang.. terbang bersama angin

Sungguh aku letih..
LETIH

Aku merindukan saat semua masih polos
Aku dengan maluku
Bahkan menatap matanya aku takut
Takut hatiku terbaca
Walau kata-katanya telah aku sembunyikan

Aku sangat.. sangat capek...

Senin, 11 Mei 2009

SABAR... (

Bersabarlah hati..bersabarlah,
Luluhkan amarah mu dalam napas yang kau hembuskan,
Reda lah reda gejolak kekecewaan
lupakan kecewa itu hatiku lupakanlah,
Jangan jadikan alasan agar amarah itu menari lagi,
Belajarlah menerima apapun bentuk keadaan
Bersabarlah hati maafkanlah.
Tersenyumlah diri tersenyumlah,
Sakit memang sakit tetapi hadapilah,
Tak selamanya hidup ini menyenangkan hatiku
Tidak akan pernah selamanya,
Dan bersabarlah

_________sabarsab____________sabarsaba
______sabarsabarsaba_______sabarsabarsabars
____sabarsabarsabarsaba___sabarsabarsabarsaba
___sabarsabarsabarsabarsabarsabarsa_______saba
__sabarsabarsabarsabarsabarsabarsa_________saba
_sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabars_______saba
_sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabar______s
sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsaba__sab
sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsa_s
sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsaba
sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsaba
_sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsa
__sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabar
____sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsa
______sabarsabarsabarsabarsabarsabarsabarsa
_________sabarsabarsabarsabarsabarsabars
____________sabarsabarsabarsabarsabar
______________sabarsabarsabarsabar
_________________sabarsabarsab
___________________sabarsaba
_____________________sabars
______________________saba
_______________________sa


dipostkan oleh Baratha

menatap bayangmu

Menatap Wajahmu
Dalam dinding berbatas bisu

membunuh sepi dalam resah
membunuh gundah dalam gelisah

Nyaris kau maya hampir nyata
Atau memang kita buta ??

Masih adakah di sini kawan ?
Hati..yang akan trus bertautan

Meski..
Di ujung penghabisan

Pada mu yang tertinggal
Di balik jejak kenangan

Ya Tuhan…Aku merindukannya
Hari ini…dan nanti